DIMENSI
KEMISKINAN di GORONTALO dan PENANGGULANGANNYA
DISUSUN
OLEH :
-
DWI
ANGGRAINI 22211224
-
LINDA
FATMAWATI 28211700
-
OKTAVIA
RAHMI 25211450
KELAS
: SMAK05
TUGAS
: TEORI EKONOMI 1
DOSEN
: Dr. Prihantoro
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemiskinan
merupakan hal yang kompleks karena menyangkut berbagai macam aspek seperti hak
untuk terpenuhinya pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan sebagainya.
Agar kemiskinan di Indonesia dapat menurun diperlukan dukungan dan kerja sama
dari pihak masyarakat dan keseriusan pemerintah dalam menangani masalah
ini. Melihat kondisi negara Indonesia yang masih memiliki angka kemiskinan
tinggi, penulis tertarik untuk mengangkat masalah kemiskinan di Indonesia
tepatnya di Provinsi Gorontalo Karena jumlah
penduduk miskin terbanyak Provinsi Gorontalo tahun 2006 menempati urutan ketiga
secara nasional, setelah Papua dan Papua Barat. Dimana pada tahun 2006 jumlah penduduk
miskin di Provinsi Gorontalo tercatat mencapai 31,54 persen.
Adapun
faktor penyebab kemiskinan di daerah ini diantaranya, kenaikan harga beras dan
Bahan Bakar Minyak (BBM) secara nasional seiring meningkatnya harga minyak
dunia. Rendahnya pendapatan perkapita, tingkat pendidikan, angka pengangguran
yang tinggi serta derajat kesehatan yang rendah.
B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah tersebut di atas, maka rumusan masalahnya adalah:
1. Bagaimana kondisi kemiskinan di
Provinsi Gorontalo?
2. Faktor apa yang menyebabkan
kemiskinan di Provinsi Gorontalo?
3. Bagaimana cara menanggulangi masalah
kemiskinan di Provinsi Gorontalo?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kemiskinan
Menurut wikipedia Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan , pakaian , tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup . Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah "negara berkembang" biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang "miskin".
Kesenjangan
ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat
berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah serta tingkat
kemiskinan atau jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan (poverty
line) merupakan dua masalah besar di banyak negara-negara berkembang (LDCs),
tidak terkecuali di Indonesia.
B.
Jenis – jenis Kemiskinan
Besarnya kemiskinan dapat diukur
dengan atau tanpa mengacu kepada garis kemiskinan. Konsep yang mengacu kepada
garis kemiskinan disebut kemiskinan relatif, sedangkan konsep yang
pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan
absolute.
Kemiskinan relatif adalah suatu
ukuran mengenai kesenjangan di dalam distribusi pendapatan, biasanya dapat
didefinisikan didalam kaitannya dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang
dimaksud. Kemiskinan absolut adalah derajat kemiskinan dibawah, dimana kebutuhan
- kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak dapat terpenuhi.
C.
Faktor – faktor Penyebab Kemiskinan
Faktor-Faktor
Penyebab Kemiskinan Tidak sulit mencari faktor-faktor penyebab kemiskinan,
tetapi dari faktor-faktor tersebut sangat sulit memastikan mana yang merupakan
penyebab sebenarnya serta mana yang berpengaruh langsung dan tidak langsung
terhadap perubahan kemiskinan
-
Tingkat
dan laju pertumbuhan output
-
Tingkat
upah neto
-
Distribusi
pendapatan
-
Kesempatan
kerja
-
Pajak
dan subsidi
-
Investasi
-
Alokasi
serta kualitas SDA
-
Ketersediaan
fasilitas umum
-
Penggunaan
teknologi
-
Tingkat
dan jenis pendidikan
-
Kondisi
fisik dan alam
-
Bencana
alam
-
Peperangan
D.
Kebijakan Anti Kemiskinan
Untuk menghilangkan atau mengurangi kemiskinan di tanah air diperlukan suatu strategi dan bentuk intervensi yang tepat, dalam arti cost effectiveness-nya tinggi. Ada tiga pilar utama strategi pengurangan kemiskinan, yakni :
-
Pertumuhan ekonomi yang berkelanjutan dan yang
prokemiskinan
-
Pemerintahan
yang baik (good governance)
-
Pembangunan Sosial
Untuk mendukung strategi tersebut
diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran atau
tujuan yang bila di bagi menurut waktu yaitu :
a. Intervensi jangka pendek, terutama
pembangunan sektor pertanian dan ekonomi pedesaan.
b. Intervensi jangka menengah dan
panjang meliputi: Pembangunan sektor swasta, Kerjasama regional, APBN dan
administrasi, Desentralisasi, Pendidikan dan Kesehatan Penyediaan air bersih
dan Pembangunan perkotaan.
E.
Faktor Kemiskinan di Gorontalo
Pergeseran arah studi. Dalam
banyak kasus, kemiskinan selalu dipandang dari perspektif makro. Studi-studi
kemiskinan pada umumnya lebih fokus pada aspek relasional antara kebijakan
makro dan kemiskinan, misalnya dampak subsidi BBM terhadap kemiskinan, dampak
BLT terhadap taraf hidup penduduk miskin, dampak kenaikan harga beras terhadap
angka kemiskinan, dan seterusnya.
Pembaharuan desain
perencanaan. Pendekatan terkini dalam perencanaan
pembangunan lebih menekankan pada efisiensi dan efektifitas. Perencanaan tidak
lagi bertumpu pada “apa yang akan dilakukan” melainkan “apa yang mau dicapai”.
Dalam ranah perencanaan, ini disebut dengan “perencanaan berbasis sasaran”,
atau biasa juga disebut “perencanaan berbasis kinerja (performance based
planning)”.
Pergeseran cara pandang. Semakin
kuat disadari bahwa masalah kemiskinan tidak akan pernah selesai hanya karena
menggunakan cara pandang ekonomi dan sosial. Dimensi moral penting digunakan
dalam memandang persoalan kemiskinan. Proses pembangunan yang berlangsung
selama ini telah melahirkan fenomena kemiskinan dengan ciri sosial-moral yang
amat kental, misalnya keterbelakangan, keterpencilan, ketidakberdayaan dan
ketersisihan. Ciri ini, bahkan seringkali dianggap sebagai derivasi paling
buruk dari fenomena kemiskinan. Ciri ini hanya bisa dieliminasi jika dimensi
moral lebih dikedepankan dalam memandang persoalan kemiskinan.
Adapun faktor penyebab kemiskinan di daerah Gorontalo diantaranya, kenaikan harga beras dan Bahan Bakar Minyak (BBM) secara nasional seiring meningkatnya harga minyak dunia. Rendahnya pendapatan perkapita, tingkat pendidikan, angka pengangguran yang tinggi serta derajat kesehatan yang rendah.
Adapun faktor penyebab kemiskinan di daerah Gorontalo diantaranya, kenaikan harga beras dan Bahan Bakar Minyak (BBM) secara nasional seiring meningkatnya harga minyak dunia. Rendahnya pendapatan perkapita, tingkat pendidikan, angka pengangguran yang tinggi serta derajat kesehatan yang rendah.
F.
Hasil dan Pembahasan
Dengan pembengkakan angka kemiskinan di tahun 2009,
pemerintah daerah Provinsi Gorontalo bisa bernapas sedikit lega di tahun 2010.
Pasalnya, jumlah dan persentase penduduk miskin di Provinsi Gorontalo mengalami
penurunan yang cukup impressif. Menurut hasil kalkulasi BPS, jumlah penduduk
miskin di Provinsi Gorontalo menurun sebesar 3.731 orang, atau bergerak dari
224.617 orang pada tahun 2009 menjadi 220.886 orang pada tahun 2010. Dengan
penurunan sebesar itu, persentase penduduk miskin saat ini menjadi 23,19
persen, dari sebelumnya 25,01 persen.
Pencapaian ini menjadi semakin penting karena secara
relatif telah menempatkan Provinsi Gorontalo pada urutan kedua secara nasional
yang mengalami penurunan persentase penduduk miskin yang relatif paling besar,
sesudah Provinsi Sulawesi Tenggara. Angka 23,19 persen juga merupakan angka
terendah yang pernah dicapai oleh Provinsi Gorontalo sejak daerah ini terbentuk
pada tahun 2000.
Komparasi dengan tingkat kemiskinan nasional juga
memberi impresi yang cukup menarik. Meskipun tingkat
kemiskinan di Provinsi Gorontalo relatif lebih tinggi dibandingkan dengan angka
nasional, namun penurunan persentase penduduk miskin di Provinsi Gorontalo
berlangsung relatif lebih cepat jika dibandingkan dengan nasional. Di tingkat
nasional, penurunan persentase penduduk miskin hanya bergerak dari 17,75 persen
pada tahun 2006 menjadi 13,33 persen pada tahun 2009 atau menurun 4,42 point.
Sedangkan di Provinsi Gorontalo, bergerak dari 29,13 persen pada tahun 2006
menjadi 23,19 persen pada tahun 2010 atau menurun 5,94 point. Kecenderungan ini
tentu saja baik bagi Provinsi Gorontalo. Namun jika kecenderungan ini memiliki
pola linear, maka Provinsi Gorontalo masih membutuhkan waktu beberapa tahun
lagi untuk bisa menyamai angka kemiskinan nasional.
Gambar 1:
Komparasi Persentase Penduduk Miskin Provinsi Gorontalo dengan Nasional
Menurunnya
jumlah penduduk miskin di Provinsi Gorontalo, sebagaimana dirilis BPS,
disebabkan oleh membaiknya nilai tukar petani, yaitu rasio penerimaan petani
terhadap pengeluaran petani. Pada tahun 2010, nilai tukar petani berada di atas
100, atau tepatnya 100,68 persen. Padahal tahun sebelumnya, nilai tukar petani
berada di bawah 100, yaitu 99,10 persen, yang menyebabkan jumlah penduduk
miskin meningkat pada tahun tersebut.
Jika
demikian, nilai tukar petani tampaknya menjadi crusial point bagi upaya
pengentasan kemiskinan di Provinsi Gorontalo. Ini mudah dipahami karena
proporsi terbesar penduduk miskin di Provinsi Gorontalo bermukim di wilayah
perdesaan (pada umumnya bekerja sebagai petani dan nelayan), yaitu sebesar
91,50 persen, dan sisanya 8,50 persen tinggal di wilayah perkotaan. Membaiknya
atau memburuknya nilai tukar petani serta merta akan menyebabkan penurunan atau
peningkatan jumlah penduduk miskin. Fakta ini menyiratkan bahwa untuk
memperbaiki nilai tukar petani, sedikitnya ada dua hal yang perlu diupayakan: pertama,
peningkatan produktivitas dan pendapatan petani; dan kedua, penguatan
daya beli petani melalui pengendalian tingkat harga barang-barang konsumsi
petani, terutama bahan kebutuhan pokok.
Tampaknya,
kinerja pengentasan kemiskinan yang cukup mengecewakan di tahun 2009, telah
memberi spirit dan energi bagi para pengambil kebijakan untuk bekerja lebih
keras. Hasilnya ternyata cukup menggembirakan. Namun pemberantan kemiskinan di
daerah ini masih sangat jauh dari kata selesai. Persentase penduduk miskin
sebesar 23,19 persen bukanlah sebuah angka yang kecil. Angka tersebut masih
menempatkan Provinsi Gorontalo pada urutan keempat terbesar secara nasional,
sesudah Provinsi Papua (36,80%), Papua Barat (34,88%), dan Maluku (27,74%).
Angka ini juga masih memposisikan Provinsi Gorontalo pada tempat teratas secara
regional di Pulau Sulawesi.
Gambar 2: Komparasi Persentase Penduduk Miskin Pulau Sulawesi Tahun 2010
Gambar 2: Komparasi Persentase Penduduk Miskin Pulau Sulawesi Tahun 2010
Oleh karena
itu, tidak ada alasan bagi para pengambil kebijakan di Provinsi Gorontalo untuk
tidak terus merawat keberhasilan yang telah dicapai di tahun 2010 ini. Bahkan
sejatinya, keberhasilan tersebut harus dijadikan sebagai momentum untuk terus
mengakselerasi berbagai upaya menurunkan angka kemiskinan di daerah ini. Pemerintah
daerah juga harus bisa memastikan bahwa penanganan kemiskinan tetap berada pada
jalur on the track.
Jika dilihat berdasarkan sebarannya di tahun
2011, persentase penduduk miskin di
provinsi Gorontalo terbesar berada di wilayah
pedesaaan. Persentase penduduk miskin
yang berada di pedesaan adalah sebesar 90,27%
sementara di perkotaan sebesar 9,73%
Untuk mengatasi permasalahan kemiskinan
diperlukan manajemen sumber daya lokal,
penerimaan fiskal yang berpihak pada
masyarakat miskin, dan juga alokasi anggaran
pendidikan
dan kesehatan yang proporsional dan berkeadilan.
G. Penanggulangan
Pada
tingkatan makro, pemerintah daerah harus terus mengupayakan agar pertumbuhan
ekonomi tetap berada dikisaran 7% s/d 8% per tahun. Dengan laju pertumbuhan
ekonomi seperti itu, diharapkan kesempatan kerja bisa ditingkatkan dan angka
pengangguran bisa ditekan, sehingga pada gilirannya angka kemiskinan dapat
diturunkan. Bersamaan dengan upaya tersebut, tingkat kenaikan harga (inflasi),
terutama untuk barang-barang konsumsi rumah tangga penduduk miskin, perlu terus
dikendalikan. Ini penting, bukan hanya untuk mempertahankan “daya beli”
masyarakat miskin, tetapi juga untuk menjaga posisi “nilai tukar” penduduk
miskin atas barang-barang konsumsi.
Pada
tingkatan mikro, program-program yang diarahkan untuk mendorong peningkatan
produktivitas penduduk miskin harus terus diupayakan dan ditingkatkan
intensitas dan jangkauannya. Bersamaan dengan itu, upaya menurunkan “beban
pengeluaran” penduduk miskin tetap harus dilanjutkan, misalnya melalui
pemberian bantuan pendidikan, bantuan kesehatan, subsidi beras, bantuan
perumahan, bantuan langsung tunai, dan berbagai bentuk transfer payment
lainnya.
Pada aspek fokus
penanganan, program penanggulangan kemiskinan perlu diarahkan ke wilayah-wilayah
perdesaan, yang selama ini menjadi tempat bermukim sebagian besar penduduk
miskin. Perbaikan infrastruktur dasar perdesaan (seperti jalan desa, irigasi,
air bersih, listrik, dll.), peningkatan aksessibilitas terhadap sumberdaya,
peningkatan layanan dasar, pemberian skim kredit mikro, pemenuhan hak-hak
dasar, dan sebagainya, merupakan sejumlah program yang layak direkomendasikan
di masa depan. Program semacam ini, di banyak tempat, terbukti efektif
mengurangi angka kemiskinan dan memperbaiki kualitas hidup masyarakat.
Untuk
sekedar referensi bagi pemerintah Gorontalo, di sejumlah negara telah
dipraktekkan berbagai bentuk intervensi pemerintah untuk mengurangi angka
kemiskinan. Bentuk intervensi dimaksud relatif disukai oleh para
pengambil kebijakan karena mudah diidentifikasi dan mempunyai implikasi
kebijakan yang jelas, seperti: (1) memberikan transfer payments,
terutama dalam bentuk bantuan keuangan, jaring pengaman sosial, jaminan sosial,
dan berbagai bentuk subsidi pemerintah; (2) meningkatkan akses terhadap kredit
bagi penduduk miskin, terutama kredit mikro; (3) mengembangkan program padat
karya (public works programmes); (4) melakukan reformasi dan konsolidasi
lahan (land reforms); (4) memberikan berbagai bentuk pelatihan dan
keterampilan (training and re-training schemes); (5) meningkatkan
belanja pemerintah di bidang pendidikan; dan (6) meningkatkan akses penduduk
miskin terhadap berbagai layanan sosial, seperti kesehatan, air bersih,
listrik, sanitasi, dll. Mungkin beberapa bentuk intervensi di atas dapat
direplikasi di Provinsi Gorontalo, dengan sedikit modifikasi sesuai dengan
kebutuhan dan karakteristik daerah.
H. Kesimpulan
Jika
diamati secara spasial, daerah yang menjadi konsentrasi penduduk miskin di
Provinsi Gorontalo adalah Kabupaten Gorontalo Utara dan Kabupaten Gorontalo .
Setengah dari seluruh penduduk miskin di Provinsi Gorontalo bermukim di daerah
ini. Dari segi proporsi, di atas 30% dari jumlah penduduk daerah ini tergolong
miskin. Tingginya angka penduduk miskin di daerah itu, disamping karena jumlah
penduduknya relatif besar, juga karena garis kemiskinan yang digunakan di
daerah ini relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kabupaten lainnya.
Jika
diamati lebih lanjut dalam perspektif kota-desa, tampak jelas bahwa wilayah
perdesaan merupakan tempat bermukim sebagian besar penduduk miskin, yaitu
mencapai 87,5% dari total penduduk miskin. Artinya, 7 dari 8 penduduk miskin
bermukim di perdesaan. Persentase kemiskinan perdesaan juga relatif besar,
yaitu mencapai 32,8% dari total penduduk perdesaan. Bandingkan dengan perkotaan
yang hanya mencatat angka 7.9%. Penurunan jumlah penduduk miskin di perdesaan
juga relatif berjalan lambat dibandingkan dengan di perkotaan. Akibatnya,
proporsi penduduk miskin di perdesaan cenderung semakin membesar dari tahun ke
tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar