BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)
A. Definisi
Landasan Hukum BPR adalah UU No.7/1992
tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No.10/1998. Dalam UU
tersebut secara tegas disebutkan bahwa BPR adalah Bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan usaha
BPR terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil dan masyarakat di
daerah pedesaan. Bentuk hukum BPR dapat berupa Perseroan Terbatas, Perusahaan
Daerah, atau Koperasi.
BPR sebagai salah satu Lembaga Keuangan Mikro
telah banyak memberikan kontribusi bagi pengembangan UMKM khususnya di wilayah pedesaan,
lebih familiar dan relatif lebih cepat dalam melakukan pelayanan dibandingkan
bank-bank umum.
Namun tingkat kepercayaan masyarakat untuk
menyimpan dananya di BPR relatif masih rendah dan lebih memilih bank umum
komersial untuk menyimpan dananya, tercermin dari angka Loan to Deposit Ratio (LDR)
BPR yang tinggi, sebagaimana LDR BPR DIY yang tercatat sebesar 114,69% (tahun
2005), sebaliknya LDR bank umum DIY pada periode yang sama tercatat sebesar 51,04%.
B.
Asas BPR
Dalam melaksanakan usahanya BPR
berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.
Demokrasi ekonomi adalah sistem ekonomi Indonesia yang dijalankan sesuai dengan
pasal 33 UUD 1945 yang memiliki 8 ciri positif sebagai pendukung dan 3 ciri
negatif yang harus dihindari (free fight liberalism, etatisme, dan monopoli).
C. Kegiatan Usaha BPR
·
Kegiatan
usaha yang dapat dilakukan BPR
a.
Menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan
dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
b.
Memberikan
kredit;
c.
Menempatkan
dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka,
sertifikat deposito dan atau tabungan pada Bank lain.
·
Kegiatan
usaha yang tidak dapat dilakukan oleh BPR
a.
Menerima
simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran;
b.
Melakukan
kegiatan usaha dalam valuta asing kecuali sebagai pedagang valuta asing (dengan
izin Bank Indonesia);
c.
Melakukan
penyertaan modal;
d.
Melakukan
usaha perasuransian;
D.
Sasaran
BPR
Melayani kebutuhan petani, peternak,
nelayan, pedagang, pengusaha kecil, pegawai, dan pensiunan karena sasaran ini
belum dapat terjangkau oleh bank umum dan untuk lebih mewujudkan pemerataan
layanan perbankan, pemerataan kesempatan berusaha, pemerataan pendapatan, dan
agar mereka tidak jatuh ke tangan para pelepas uang (rentenir dan pengijon).
E. PENDIRIAN BPR
·
BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki
dengan izin Dewan Gubernur Bank Indonesia oleh :
a. Warga
Negara Indonesia;
b. Badan
hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia;
c. Pemerintah
Daerah; atau
d. Dua
pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b dan c.
·
Modal
disetor untuk mendirikan BPR :
a.
Rp.5
miliar untuk BPR yang didirikan di wilayah DKI Jakarta;
b.
Rp.2
miliar untuk BPR yang didirikan di wilayah ibukota provinsi di pulau Jawa dan
Bali dan di wilayah Kabupaten atau Kotamadya Bogor, Depok, Tangerang dan
Bekasi;
c.
Rp.1
miliar untuk BPR yang didirikan di ibukota provinsi di luar pulau Jawa dan Bali
dan di wilayah pulau Jawa dan Bali di luar wilayah sebagaimana disebut dalam
huruf a dan b;
F. KEPEMILIKAN BPR
·
Yang
dapat menjadi pemilik BPR adalah pihak-pihak yang:
a.
Tidak
termasuk dalam daftar orang-orang tercela di bidang perbankan.
b.
Memiliki
integritas, antara lain memiliki akhlak dan moral yang baik, bersedia mematuhi
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bersedia mengembangkan
operasional BPR secara sehat.
·
Sumber
dana yang digunakan untuk kepemilikan BPR dilarang berasal dari:
a.
Pinjaman
atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain
(kecuali berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).
b.
berasal
dari dan untuk tujuan pencucian uang.
·
Bagi
pemegang saham pengendali, wajib memenuhi persyaratan bahwa yang bersangkutan
bersedia untuk mengatasi kesulitan permodalan dan likuiditas yang dihadapi bank
dalam menjalankan kegiatan usahanya dan memenuhi persyaratan kelayakan keuangan
sesuai dengan ketentuan mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan (fit and
proper test) BPR.
G. MERGER, KONSOLIDASI, DAN AKUISISI BPR
·
Merger
adalah penggabungan dari dua bank atau lebih dengan cara tetap mempertahankan
berdirinya salah satu bank dan membubarkan bank lainnya dengan atau tanpa
melikuidasi.
·
Konsolidasi adalah penggabungan dari dua
bank atau lebih, dengan cara mendirikan bank baru dan membubarkan bank-bank
tersebut dengan atau tanpa likuidasi.
·
Akuisisi
BPR adalah pengambilalihan saham oleh perorangan atau badan hukum yang
mengakibatkan beralihnya pengendalian BPR yaitu bila kepemilikan saham menjadi
sebesar 25% atau lebih dari modal disetor BPR atau kurang dari 25% dari modal
disetor BPR namun menentukan baik secara langsung maupun tidak langsung pengelolaan
dan/atau kebijaksanaan bank.
·
Merger,
Konsolidasi dan Akuisisi BPR wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari Bank
Indonesia dan dapat dilakukan atas inisiatif BPR yang bersangkutan atau permintaan
Bank Indonesia.
·
Merger
atau Konsolidasi hanya dapat dilakukan antar BPR. Merger atau Konsolidasi antara
BPR konvensional dengan BPR Syariah hanya dapat dilakukan apabila BPR hasil
merger atau konsolidasi menjadi BPR Syariah.
·
Merger
atau konsolidasi BPR dapat dilakukan antar BPR yang berkedudukan dalam wilayah
provinsi yang sama atau antar BPR dalam wilayah provinsi yang berbeda sepanjang
kantor-kantor BPR hasil merger/ konsolidasi berlokasi dalam wilayah provinsi
yang sama.
Sumber:
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/9846E785-596D-48F0-8B87-2802A4A3789B/914/PerkembanganSejarahBPR.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar