Blogger Templates

Selasa, 30 Oktober 2012

Dimensi Kemiskinan di Gorontal



DIMENSI KEMISKINAN di GORONTALO dan PENANGGULANGANNYA


DISUSUN OLEH :
-       DWI ANGGRAINI                 22211224
-       LINDA FATMAWATI           28211700
-       OKTAVIA RAHMI                25211450
KELAS                      : SMAK05
TUGAS                      : TEORI EKONOMI 1
DOSEN                      : Dr. Prihantoro


BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Kemiskinan merupakan hal yang kompleks karena menyangkut berbagai macam aspek seperti hak untuk terpenuhinya pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan sebagainya. Agar kemiskinan di Indonesia dapat menurun diperlukan dukungan dan kerja sama dari pihak masyarakat dan keseriusan pemerintah dalam menangani masalah ini. Melihat kondisi negara Indonesia yang masih memiliki angka kemiskinan tinggi, penulis tertarik untuk mengangkat masalah kemiskinan di Indonesia tepatnya di Provinsi Gorontalo  Karena jumlah penduduk miskin terbanyak Provinsi Gorontalo tahun 2006 menempati urutan ketiga secara nasional, setelah Papua dan Papua Barat. Dimana pada tahun 2006 jumlah penduduk miskin di Provinsi Gorontalo tercatat mencapai 31,54 persen.

Adapun faktor penyebab kemiskinan di daerah ini diantaranya, kenaikan harga beras dan Bahan Bakar Minyak (BBM) secara nasional seiring meningkatnya harga minyak dunia. Rendahnya pendapatan perkapita, tingkat pendidikan, angka pengangguran yang tinggi serta derajat kesehatan yang rendah.

B.   Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka rumusan masalahnya adalah:

1.    Bagaimana kondisi kemiskinan di Provinsi Gorontalo?
2.    Faktor apa yang menyebabkan kemiskinan di Provinsi Gorontalo?
3.    Bagaimana cara menanggulangi masalah kemiskinan di Provinsi Gorontalo?




BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Kemiskinan

              Menurut wikipedia Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan , pakaian , tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup . Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah "negara berkembang" biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang "miskin".

Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line) merupakan dua masalah besar di banyak negara-negara berkembang (LDCs), tidak terkecuali di Indonesia.

B.   Jenis – jenis Kemiskinan

Besarnya kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu kepada garis kemiskinan. Konsep yang mengacu kepada garis kemiskinan disebut kemiskinan relatif, sedangkan konsep yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan absolute.
Kemiskinan relatif adalah suatu ukuran mengenai kesenjangan di dalam distribusi pendapatan, biasanya dapat didefinisikan didalam kaitannya dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang dimaksud. Kemiskinan absolut adalah derajat kemiskinan dibawah, dimana kebutuhan - kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak dapat terpenuhi.
C.   Faktor – faktor Penyebab Kemiskinan

Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan Tidak sulit mencari faktor-faktor penyebab kemiskinan, tetapi dari faktor-faktor tersebut sangat sulit memastikan mana yang merupakan penyebab sebenarnya serta mana yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap perubahan kemiskinan

-      Tingkat dan laju pertumbuhan output
-      Tingkat upah neto
-      Distribusi pendapatan
-      Kesempatan kerja
-      Pajak dan subsidi
-      Investasi
-      Alokasi serta kualitas SDA
-      Ketersediaan fasilitas umum
-      Penggunaan teknologi
-      Tingkat dan jenis pendidikan
-      Kondisi fisik dan alam
-      Bencana alam
-      Peperangan

D.   Kebijakan Anti Kemiskinan

Untuk menghilangkan atau mengurangi kemiskinan di tanah air diperlukan suatu strategi dan bentuk intervensi yang tepat, dalam arti cost effectiveness-nya tinggi. Ada tiga pilar utama strategi pengurangan kemiskinan, yakni :
-       Pertumuhan ekonomi yang berkelanjutan dan yang prokemiskinan
-      Pemerintahan yang baik (good governance)
-       Pembangunan Sosial

Untuk mendukung strategi tersebut diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran atau tujuan yang bila di bagi menurut waktu yaitu :

a.    Intervensi jangka pendek, terutama pembangunan sektor pertanian dan ekonomi pedesaan.
b.    Intervensi jangka menengah dan panjang meliputi: Pembangunan sektor swasta, Kerjasama regional, APBN dan administrasi, Desentralisasi, Pendidikan dan Kesehatan Penyediaan air bersih dan Pembangunan perkotaan.

E.   Faktor Kemiskinan di Gorontalo

Pergeseran arah studi. Dalam banyak kasus, kemiskinan selalu dipandang dari perspektif makro. Studi-studi kemiskinan pada umumnya lebih fokus pada aspek relasional antara kebijakan makro dan kemiskinan, misalnya dampak subsidi BBM terhadap kemiskinan, dampak BLT terhadap taraf hidup penduduk miskin, dampak kenaikan harga beras terhadap angka kemiskinan, dan seterusnya.

Pembaharuan desain perencanaan. Pendekatan terkini dalam perencanaan pembangunan lebih menekankan pada efisiensi dan efektifitas. Perencanaan tidak lagi bertumpu pada “apa yang akan dilakukan” melainkan “apa yang mau dicapai”. Dalam ranah perencanaan, ini disebut dengan “perencanaan berbasis sasaran”, atau biasa juga disebut “perencanaan berbasis kinerja (performance based planning)”.

Pergeseran cara pandang. Semakin kuat disadari bahwa masalah kemiskinan tidak akan pernah selesai hanya karena menggunakan cara pandang ekonomi dan sosial. Dimensi moral penting digunakan dalam memandang persoalan kemiskinan. Proses pembangunan yang berlangsung selama ini telah melahirkan fenomena kemiskinan dengan ciri sosial-moral yang amat kental, misalnya keterbelakangan, keterpencilan, ketidakberdayaan dan ketersisihan. Ciri ini, bahkan seringkali dianggap sebagai derivasi paling buruk dari fenomena kemiskinan. Ciri ini hanya bisa dieliminasi jika dimensi moral lebih dikedepankan dalam memandang persoalan kemiskinan.


Adapun faktor penyebab kemiskinan di daerah Gorontalo diantaranya, kenaikan harga beras dan Bahan Bakar Minyak (BBM) secara nasional seiring meningkatnya harga minyak dunia. Rendahnya pendapatan perkapita, tingkat pendidikan, angka pengangguran yang tinggi serta derajat kesehatan yang rendah.
    
F.    Hasil dan Pembahasan  

Dengan pembengkakan angka kemiskinan di tahun 2009, pemerintah daerah Provinsi Gorontalo bisa bernapas sedikit lega di tahun 2010. Pasalnya, jumlah dan persentase penduduk miskin di Provinsi Gorontalo mengalami penurunan yang cukup impressif. Menurut hasil kalkulasi BPS, jumlah penduduk miskin di Provinsi Gorontalo menurun sebesar 3.731 orang, atau bergerak dari 224.617 orang pada tahun 2009 menjadi 220.886 orang pada tahun 2010. Dengan penurunan sebesar itu, persentase penduduk miskin saat ini menjadi 23,19 persen, dari sebelumnya 25,01 persen.
Pencapaian ini menjadi semakin penting karena secara relatif telah menempatkan Provinsi Gorontalo pada urutan kedua secara nasional yang mengalami penurunan persentase penduduk miskin yang relatif paling besar, sesudah Provinsi Sulawesi Tenggara. Angka 23,19 persen juga merupakan angka terendah yang pernah dicapai oleh Provinsi Gorontalo sejak daerah ini terbentuk pada tahun 2000.
Komparasi dengan tingkat kemiskinan nasional juga memberi impresi yang cukup menarik. Meskipun tingkat kemiskinan di Provinsi Gorontalo relatif lebih tinggi dibandingkan dengan angka nasional, namun penurunan persentase penduduk miskin di Provinsi Gorontalo berlangsung relatif lebih cepat jika dibandingkan dengan nasional. Di tingkat nasional, penurunan persentase penduduk miskin hanya bergerak dari 17,75 persen pada tahun 2006 menjadi 13,33 persen pada tahun 2009 atau menurun 4,42 point. Sedangkan di Provinsi Gorontalo, bergerak dari 29,13 persen pada tahun 2006 menjadi 23,19 persen pada tahun 2010 atau menurun 5,94 point. Kecenderungan ini tentu saja baik bagi Provinsi Gorontalo. Namun jika kecenderungan ini memiliki pola linear, maka Provinsi Gorontalo masih membutuhkan waktu beberapa tahun lagi untuk bisa menyamai angka kemiskinan nasional. 

Gambar 1: Komparasi Persentase Penduduk Miskin Provinsi Gorontalo dengan Nasional

Menurunnya jumlah penduduk miskin di Provinsi Gorontalo, sebagaimana dirilis BPS, disebabkan oleh membaiknya nilai tukar petani, yaitu rasio penerimaan petani terhadap pengeluaran petani. Pada tahun 2010, nilai tukar petani berada di atas 100, atau tepatnya 100,68 persen. Padahal tahun sebelumnya, nilai tukar petani berada di bawah 100, yaitu 99,10 persen, yang menyebabkan jumlah penduduk miskin meningkat pada tahun tersebut.
Jika demikian, nilai tukar petani tampaknya menjadi crusial point bagi upaya pengentasan kemiskinan di Provinsi Gorontalo. Ini mudah dipahami karena proporsi terbesar penduduk miskin di Provinsi Gorontalo bermukim di wilayah perdesaan (pada umumnya bekerja sebagai petani dan nelayan), yaitu sebesar 91,50 persen, dan sisanya 8,50 persen tinggal di wilayah perkotaan. Membaiknya atau memburuknya nilai tukar petani serta merta akan menyebabkan penurunan atau peningkatan jumlah penduduk miskin. Fakta ini menyiratkan bahwa untuk memperbaiki nilai tukar petani, sedikitnya ada dua hal yang perlu diupayakan: pertama, peningkatan produktivitas dan pendapatan petani; dan kedua, penguatan daya beli petani melalui pengendalian tingkat harga barang-barang konsumsi petani, terutama bahan kebutuhan pokok.
Tampaknya, kinerja pengentasan kemiskinan yang cukup mengecewakan di tahun 2009, telah memberi spirit dan energi bagi para pengambil kebijakan untuk bekerja lebih keras. Hasilnya ternyata cukup menggembirakan. Namun pemberantan kemiskinan di daerah ini masih sangat jauh dari kata selesai. Persentase penduduk miskin sebesar 23,19 persen bukanlah sebuah angka yang kecil. Angka tersebut masih menempatkan Provinsi Gorontalo pada urutan keempat terbesar secara nasional, sesudah Provinsi Papua (36,80%), Papua Barat (34,88%), dan Maluku (27,74%). Angka ini juga masih memposisikan Provinsi Gorontalo pada tempat teratas secara regional di Pulau Sulawesi.

Gambar 2: Komparasi Persentase Penduduk Miskin Pulau Sulawesi Tahun 2010

Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi para pengambil kebijakan di Provinsi Gorontalo untuk tidak terus merawat keberhasilan yang telah dicapai di tahun 2010 ini. Bahkan sejatinya, keberhasilan tersebut harus dijadikan sebagai momentum untuk terus mengakselerasi berbagai upaya menurunkan angka kemiskinan di daerah ini. Pemerintah daerah juga harus bisa memastikan bahwa penanganan kemiskinan tetap berada pada jalur on the track.


Jika dilihat berdasarkan sebarannya di tahun 2011, persentase penduduk miskin di
provinsi Gorontalo terbesar berada di wilayah pedesaaan. Persentase penduduk miskin
yang berada di pedesaan adalah sebesar 90,27% sementara di perkotaan sebesar 9,73%
Untuk mengatasi permasalahan kemiskinan diperlukan manajemen sumber daya lokal,
penerimaan fiskal yang berpihak pada masyarakat miskin, dan juga alokasi anggaran
pendidikan dan kesehatan yang proporsional dan berkeadilan.

G.   Penanggulangan

Pada tingkatan makro, pemerintah daerah harus terus mengupayakan agar pertumbuhan ekonomi tetap berada dikisaran 7% s/d 8% per tahun. Dengan laju pertumbuhan ekonomi seperti itu, diharapkan kesempatan kerja bisa ditingkatkan dan angka pengangguran bisa ditekan, sehingga pada gilirannya angka kemiskinan dapat diturunkan. Bersamaan dengan upaya tersebut, tingkat kenaikan harga (inflasi), terutama untuk barang-barang konsumsi rumah tangga penduduk miskin, perlu terus dikendalikan. Ini penting, bukan hanya untuk mempertahankan “daya beli” masyarakat miskin, tetapi juga untuk menjaga posisi “nilai tukar” penduduk miskin atas barang-barang konsumsi.

Pada tingkatan mikro, program-program yang diarahkan untuk mendorong peningkatan produktivitas penduduk miskin harus terus diupayakan dan ditingkatkan intensitas dan jangkauannya. Bersamaan dengan itu, upaya menurunkan “beban pengeluaran” penduduk miskin tetap harus dilanjutkan,  misalnya melalui pemberian bantuan pendidikan, bantuan kesehatan, subsidi beras, bantuan perumahan, bantuan langsung tunai, dan berbagai bentuk transfer payment lainnya.

Pada aspek fokus penanganan, program penanggulangan kemiskinan perlu diarahkan ke wilayah-wilayah perdesaan, yang selama ini menjadi tempat bermukim sebagian besar penduduk miskin. Perbaikan infrastruktur dasar perdesaan (seperti jalan desa, irigasi, air bersih, listrik, dll.), peningkatan aksessibilitas terhadap sumberdaya, peningkatan layanan dasar, pemberian skim kredit mikro, pemenuhan hak-hak dasar, dan sebagainya, merupakan sejumlah program yang layak direkomendasikan di masa depan. Program semacam ini, di banyak tempat, terbukti efektif mengurangi angka kemiskinan dan memperbaiki kualitas hidup masyarakat.

Untuk sekedar referensi bagi pemerintah Gorontalo, di sejumlah negara telah dipraktekkan berbagai bentuk intervensi pemerintah untuk mengurangi angka kemiskinan.  Bentuk intervensi dimaksud relatif disukai oleh para pengambil kebijakan karena mudah diidentifikasi dan mempunyai implikasi kebijakan yang jelas, seperti: (1) memberikan transfer payments, terutama dalam bentuk bantuan keuangan, jaring pengaman sosial, jaminan sosial, dan berbagai bentuk subsidi pemerintah; (2) meningkatkan akses terhadap kredit bagi penduduk miskin, terutama kredit mikro; (3) mengembangkan program padat karya (public works programmes); (4) melakukan reformasi dan konsolidasi lahan (land reforms); (4) memberikan berbagai bentuk pelatihan dan keterampilan (training and re-training schemes); (5) meningkatkan belanja pemerintah di bidang pendidikan; dan (6) meningkatkan akses penduduk miskin terhadap berbagai layanan sosial, seperti kesehatan, air bersih, listrik, sanitasi, dll. Mungkin beberapa bentuk intervensi di atas dapat direplikasi di Provinsi Gorontalo, dengan sedikit modifikasi sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik daerah.

H.   Kesimpulan

Jika diamati secara spasial, daerah yang menjadi konsentrasi penduduk miskin di Provinsi Gorontalo adalah Kabupaten Gorontalo Utara dan Kabupaten Gorontalo . Setengah dari seluruh penduduk miskin di Provinsi Gorontalo bermukim di daerah ini. Dari segi proporsi, di atas 30% dari jumlah penduduk daerah ini tergolong miskin. Tingginya angka penduduk miskin di daerah itu, disamping karena jumlah penduduknya relatif besar, juga karena garis kemiskinan yang digunakan di daerah ini relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kabupaten lainnya.
Jika diamati lebih lanjut dalam perspektif kota-desa, tampak jelas bahwa wilayah perdesaan merupakan tempat bermukim sebagian besar penduduk miskin, yaitu mencapai 87,5% dari total penduduk miskin. Artinya, 7 dari 8 penduduk miskin bermukim di perdesaan. Persentase kemiskinan perdesaan juga relatif besar, yaitu mencapai 32,8% dari total penduduk perdesaan. Bandingkan dengan perkotaan yang hanya mencatat angka 7.9%. Penurunan jumlah penduduk miskin di perdesaan juga relatif berjalan lambat dibandingkan dengan di perkotaan. Akibatnya, proporsi penduduk miskin di perdesaan cenderung semakin membesar dari tahun ke tahun.